14.12.11

Teori, Perencanaan dan Pembangunan

Pandangan tentang Teori
“Tidak ada gerakan revolusioner tanpa teori revolusioner” demikian slogan yang sering dikumandangkan oleh para Marxian ketika merencanakan sebuah tindakan atau menganalisis sebuah fenomena. Pernyataan tersebut sebenarnya lebih menunjukkan posisi teori dalam ranah ilmu pengetahuan. Teori adalah kompas yang memandu seseorang dalam melakukan perjalanan intelektual, tanpa teori seseorang akan kesulitan dalam menentukan sikap atau arah perjalanannya. Meski posisi teori dalam ranah ilmu pengetahuan sedemikian penting namun  seringkali interpretasi seseorang atau sekelompok orang terhadap sebuah teori bisa berbeda ketika berhadapan dengan suatu objek, gejala atau fenomena tertentu. Perbedaan tersebut bisa jadi karena memang terdapat perbedaan dalam mendefinisikan teori sebagai bagian dari proses penelitian (dalam arti sempit) atau teori sebagai sebuah konsepsi filosofis.

Sebagai bagian dari proses penelitian, teori membantu seseorang dalam penarikan suatu hipotesis, ia juga berguna dalam menjelaskan berbagai aspek yang terkait dengan pengertian-pengertian dan konsep-konsep penelitian secara keseluruhan. Seperti yang disampaikan oleh Kerlinger (1973) teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan Teori juga menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.

Dengan demikian pandangan Kerlinger tentang teori lebih bersifat praktis dan operasional. Karena sifatnya yang praksis dan operational ini, tidak jarang teori kemudian mengalami degradasi pegertian yakni semata-mata hanya sebagai alat untuk menjustifikasi suatu tindakan, tanpa usaha untuk memahami kontekstualisasi sebuah teori maka teori justru menyebabkan  keangkuhan  ilmu pengetahuan, ia kemudian, terjebak dalam positivisme ilmu pengetahun dan menjadi sebuah pengertian yang kering dan kaku. Pandangan tentang teori ini pada akhirnya melahirkan satu persoalan yakni bagaimana membumikan sebuah teori kedalam sebuah realitas yang kontekstual.

Dunia yang kita hadapi saat ini adalah dunia yang absurd, terdapat banyak sekali hal-hal yang tidak jelas. Fenomena kemiskinan misalnya, bisa dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda yang tidak jarang masing-masing sudut pandang tersebut justru saling bertentangan. Perbedaan sudut pandang dalam melihat persoalan kemiskinan tersebut pada akhirnya juga  berakibat pada perbedaan dalam merumuskan persoalan, ukuran, maupun strategi atau model pembangunan.

Teori Pembangunan
Pembangunan (development) dan perubahan (change) tidak dapat dipisahkan. Myrdal (1968): mengatakan bahwa Pembangunan merupakan pergerakan keatas dari seluruh sistem sosial. Pengertian lain dalam Tjokroamijoyo, Bintoro 1988 mendefinisikan Pembangunan adalah upaya suatu masyarakat bangsa yang merupakan suatu perubahan sosial yang besar dalam berbagai bidang kehidupan ke arah masyarakat yang lebih maju dan baik, sesuai dengan pandangan masyarakat bangsa itu. Definisi lain menyebutkan bahwa pembangunan adalah transformasi social dari masyarakat tradisional agraris menuju ke masyarakat industrial modern (Fakih, 2000 ). Meski terdapat perbedaan dalam mendefinisikan pembangunan namun secara umum pembangunan dapat didefinisikan sebagai perubahan (change).
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran ter­sebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese­luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan.
Teori pembangunan mengerucut pada dua buah teori besar, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi. Teori Modernisasi berasal dari dua teori dasar yaitu teori pendekatan psikologis dan teori pendekatan budaya. Teori pendekatan psikologis menekankan bahwa pembangunan ekonomi yang gagal pada negara berkembang disebabkan oleh mentalitas masyarakatnya. Menurut teori ini, keberhasilan pambangunan mensyaratkan adalah dengan adanya perubahan sikap mental penduduk negara berkembang. Sedangkan teori pendekatan kebudayaan lebih melihat kegagalan pembangunan pada negara berkembang disebabkan oleh ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam masyarakatnya. Secara garis besar teori modernisasi merupakan perpaduan antara sosiologi, psikologi dan ekonomi. Teori dasar yang menjadi landasan teori modernisasi adalah ide Durkheim dan Weber
Teori dependensi bertitik tolak dari pemikiran Marx tentang kapitalisme dan konflik kelas. Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitasi terhadap kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.
Teori Perencanaan
Perencanaan adalah bentuk pendefinisian masalah ke dalam cara-cara yang dapat diterima untuk melakukan tindakan atau mengintervensi suatu kebijakan (Friedmann, 1987). Dalam perkembangannya, ternyata teori perencanaan tidak dapat berdiri sendiri untuk merespon kejadian-kejadian tak terduga tersebut. Teori perencanaan membutuhkan kontribusi disiplin ilmu lain sebagai modal observing sekaligus media penjelas, seperti; ilmu sosial, matematika, lingkungan, civil engineering, arsitektur dan lain-lain. Penyerapan substansi metode dari disiplin ilmu lain sering disebut sebagai substantive theory atau dalam teori perencanaan dikenal dengan theory in planning. Sementara teori perencanaan disebut sebagai teori prosedural atau theory of planning.
Teori-teori yang mendasari ilmu perencanaan terus dibangun dan mengalami proses panjang untuk mengenali wujud aslinya. Meskipun dijumpai kategorisasi teori perencanaan ke dalam 2 (dua) kategori besar (Minett, 1972 dalam Faludi, 1973), yakni: theory of planning dan theory in planning, kategori tersebut sama sekali belum menjawab positioning dari theory planning sendiri. Kalaupun theory in planning mencoba mendudukan posisi planning dalam kesetaraan dengan ilmu lain, lalu berapa besarkah produktivitas theory in planning dibandingkan kontribusinya dengan kategori theory of planning ?.
Dalam praktek, seharusnya tidak dipisahkan antara theory of planning dan theory in planning. Justru diharapkan keduanya akan membentuk suatu kolaborasi yang oleh Faludi (1973) disebut sebagai perencanaan efektif. Posisi teori perencanaan yang berada pada domain publik memaksa adanya kolaborasi ini. Walau bagaimanapun seorang ahli perencana tidak mungkin menguasai berbagai disiplin ilmu secara detail, ia harus didukung oleh ahli disiplin ilmu lain.

Ruang lingkup teori perencanaan berkaitan dengan gagasan dan argumentasi yang berkaitan dengan bagaimana melakukan perencanaan. Perencanaan umum merupakan penerapan moda ‘Comprehensive Planning’ sebagai upaya untuk meninjau secara menyeluruh terhadap keseluruhan aspek yang perlu diatur didalam tata ruang. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang arahan akhir yang hendak dituju, dan untuk menterpadukan berbagai hal yang terkait dengan perencanaan tata ruang. Berdasar pada pendekatan ‘Social Learning’, tindakan perencanaan yang dilakukan adalah dengan memperkuat keberdayaan masyarakat, melalui pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam tindakan perencanaan. Mengingat pendekatan yang digunakan bersifat sektoral, atau inkremental, khususnya hanya melihat masalah hanya dari pendekatan perencanaan fisik, maka dapat diprediksikan bahwa hasil dari perencanaan akan tidak tercapai secara maksimal. Karena untuk masalah tersebut, dibutuhkan pendekatan menyeluruh.

Perbedaan Antara Perencanaan dengan Pembangunan
Berdasarkan pengertian dari proses perencanaan dan proses pembangunan di atas, dapat dirumuskan beberapa perbedaan, yaitu:
Variabel Pembeda
Perencanaan
Pembangunan
Pengertian
Proses untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu dengan memanfaatkan sumberdaya
Merupakan action dari perencanaan
Dasar tujuan
Didasari tujuan dan sasaran tertentu
Didasari suatu perencanaan
Sifat
Biasanya bersifat Non Fisik
Biasanya bersifat Fisik
Alat yang digunakan
Penggunaan berbagai metode sebagai alat analisis
Rangkaian kegiatan dan aktifitas yang dilakukan.

Kesimpulan

Teori bersifat abstrak, yang melandasi, menjadi pedoman dan digunakan sebagai pendekatan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat praktis. Manfaat teori dalam tindakan perencanaan, adalah untuk menjelaskan fenomena, menjadi landasan berpikir, dan meramalkan perencanaan.
Pembangunan adalah hasil atau output dari adanya suatu perencanaan, sehingga pembangunan terjadi setelah adanya perencanaan. Namun jika kita lihat di lapangan, banyak sekali pembangunan yang tidak sesuai dengan perencanaannya. Apa yang terjadi dalam kenyataannya bukan hasil dari perencanaan, namun karena suatu mekanisme pasar, dalam hal ini perencanaan mempunyai fungsi mengarahkan pembangunan agar sesuai dengan tujuan utamanya. Kegiatan perencanaan perlu dilakukan sebagai jaminan bagi terlaksananya proses transformasi tersebut melalui kegiatan pengendalian arah pembangunan sesuai tujuan yang diharapkan. 
DAFTAR PUSTAKA
Healey, Patsy, 2001. On Creating the ‘City’ as a Collective Resource. Carfax Publishing
Suwandi, Made, 2001 TOP DOWN VERSUS BOTTOM UP APPROACHES TO DECENTRALIZATION (THE INDONESIAN EXPERIENCE)
Williamson, Jeffrey, 1965. Regional Inequality and  The Process of National Development : A Description of The Pattern, Economic Development and Cultural Change, Vol.13, No. 4. 
Alexander, E.R. (1986), Approach in Planning: introducing Current Planning Theories, Concepts, and Issue, New York: Gordon and Beach Science Publisher.
Burhanuddin Salam [1993] Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi ] : Penerbit Reneka Cipta Jakarta 36-48.
Faludi, Andreas. (1973). Planning Theory. Pergamon Press. Britain;
Friedmann, John. (1987). Planning in the Public Domain: From Knowledge to Action. Princton University Press. New Jersey.
Tjokroamidjojo, Bintoro (1994), Perencanaan Pembangunan, Cetakan Ketujuh Belas, Jakarta: Haji Masagung.

No comments:

Post a Comment